SibaragasNews.Id | Sejumlah negara di Eropa, perekonomiannya terdongkrak oleh uang yang bersumber dari China.
Akan tetapi, ada beberapa kesepakatan yang ternyata justru mengundang masalah.
Baca Juga:
Gawat! Banyak Anak Muda Terlilit Utang PayLater, OJK Serukan Edukasi Keuangan
Para kritikus menyebut masalah itu sebagai jebakan utang, di mana China dapat memilih apa yang terjadi jika pinjaman tidak dilunasi.
Di seluruh Eropa, ketika banyak pemerintah khawatir atas invasi Rusia ke Ukraina pasca-pandemi, Beijing terus memperluas portofolionya.
Menjalankan sejumlah pelabuhan dan tambang di Eropa, membangun jalan dan jembatan. Kemudian berinvestasi di tempat yang tidak dimiliki pihak-pihak lain.
Baca Juga:
OJK Bongkar Utang Jumbo Sritex: Ada Rp 14,64 Triliun yang Menanti Pembayaran
Tetapi negara-negara Eropa itu harus mempertimbangkan imbalan - dan risiko dari penandatanganan kesepakatan dengan China.
Mereka semakin waspada terhadap apa yang disebut "jebakan utang", yaitu ketika pemberi pinjaman seperti pemerintah China dapat mengambil konsesi ekonomi atau politik jika negara yang menerima investasi tidak dapat membayarnya kembali.
China pun menegaskan diri sebagai mitra investasi yang dapat diandalkan, tetapi Beijing juga menghadapi tuduhan eksploitasi pekerja dan kerusakan lingkungan.
Berikut ini adalah salah satu momen mengerikan yang terekam CCTV.
Seorang pekerja dermaga di Pelabuhan Piraeus dekat Ibu Kota Yunani, Athena, terlihat berjalan di sepanjang dermaga di sebelah tumpukan-tumpukan kontainer.
Tiba-tiba, saat dia melihat ke atas, salah satu tumpukan kontainer itu roboh ke arahnya. Dia lantas berlari menyelamatkan diri dan nyaris tertimpa dua peti besar itu, yang akhirnya menimpa sebuah truk kosong di bawahnya.
Tahun lalu, seorang pekerja lain di Piraeus tidak seberuntung itu. Dimitris Dagklis, yang berusia 45 tahun, tidak sempat menyelamatkan diri dan tewas dalam kecelakaan alat berat.
"Kematiannya itu akibat pekerjaan kami yang terus-menerus dan fakta bahwa tidak ada langkah-langkah keselamatan yang layak di tempat kerja," keluh Ketua Serikat Pekerja di Pelabuhan, Markos Bekris, dilansir dari Reuters, Rabu (4/5/2022).
Sejak kematian Dagklis itu, serikat pekerja telah melakukan pemogokan atas pengurangan jumlah staf di pelabuhan yang dua pertiganya dimiliki Cosco, perusahaan milik pemerintah China.
"Kami mengajukan pertanyaan kepada Cosco tentang kematian Dimitris Dagklis, mengenai tingkat kepegawaian di Piraeus dan masalah lingkungan dari perluasan pelabuhan.
Namun perusahaan itu mengatakan tidak akan memberi kami wawancara dan tidak dapat membantu lebih jauh," ujarnya.
Bekris tidak semata-mata menyalahkan Beijing atas munculnya situasi yang dia sebut telah mengikis hak-hak pekerja.
Menurut dia, sistem kapitalis pascakrisis keuangan global menyebabkan masuknya perusahaan-perusahaan asing, lalu memaksimalkan keuntungan dengan mengorbankan pekerja.
Memang tidak diragukan bahwa investasi dari Beijing telah mendorong kebangkitan di pelabuhan itu sejak pemerintah Yunani terpaksa menjualnya beserta aset-aset publik lainnya, setelah negara itu dihantam krisis ekonomi pada 2008.
Saat menyusuri pantai dengan perahu motor kecil, kami menemukan antrean kapal-kapal kontainer besar menunggu tempat berlabuh.
Itu adalah tempat parkir raksasa, dipenuhi ratusan ribu ton barang, hampir semuanya buatan China yang segera didistribusikan ke penjuru Eropa.
Kebangkitan di Piraeus, termasuk peluang kerja bagi penduduk setempat mencerminkan transformasi yang lebih luas dalam kekayaan finansial Yunani. Negara itu sekarang salah satu ekonomi yang tumbuh paling pesat di Uni Eropa.
Namun, seperti semua tetangganya di Eropa, Yunani juga berjuang mengatasi berbagai dampak dari perang Ukraina, termasuk ekonomi.
Banyak negara sedang mengkaji kembali apa dampaknya berbisnis dengan China, yang Februari lalu mendeklarasikan tatanan global baru, bersama dengan sekutunya, Rusia.
Pada hari pembukaan Olimpiade Musim Dingin, China mendeklarasikan kemitraan "tanpa batas" dengan Rusia dan berjanji untuk berkolaborasi lebih banyak melawan Barat. Sejak itu, China tidak ikut mengutuk serangan Presiden Putin ke Ukraina. [as]