Hasilnya, terdapat migrasi BPA (dari kemasan pangan ke dalam pangan) terjadi pada tahap distribusi, serta fasilitas sarana produksi.
Selain itu, BPOM juga menemukan paparan BPA dalam kemasan galon isi ulang sangat beresiko pada bayi usia 6-11 bulan dan anak usia 1-3 tahun.
Baca Juga:
Meski Lolos Seleksi Ratusan CPNS Pilih Mundur, Gajinya Kekecilan?
Saat ini, penggunaan BPA di Indonesia masih diperbolehkan dengan batas minimum 0,6 bpj (600 mikrogram/kg). Kebijakan tersebut diatur melalui Peraturan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan yang ditetapkan oleh BPOM.
Namun, BPOM juga berencana menetapkan standar baru dalam penggunaan BPA dalam produk AMDK.
Misalnya, dengan menyertakan label “free BPA” dalam kemasan suatu produk. Wacana tersebut pun ditolak oleh Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan, karena berpotensi mematikan industri air minum dalam kemasan.
Baca Juga:
Nah Loh, PUJK Masih Abai Perlindungan Konsumen? OJK Bakalan Sikat
Sementara itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi menyatakan dukungannya untuk membebaskan kandungan BPA dalam kemasan pangan.
“Kebijakan free BPA dalam konteks perlindungan konsumen adalah hal yang baik,” ujarnya, Jumat, 1 April 2022. Ia melanjutkan, standar penggunaan BPA harus dikaji secara berkala. Misalnya, standar saat ini 0,6 bpj. Akan lebih baik lagi bila lebih rendah dari angka tersebut, bahkan tidak ada sama sekali mempertimbangkan pengaruh dari tahapan distribusinya" ujarnya
YLKI pun telah melakukan survei terhadap produk AMDK dalam konteks pendistribusian.