Ia menambahkan, teknologi super grid dan smart grid adalah pemodelan Kementerian ESDM yang bisa menggambarkan potensial energi yang dipilih.Kedua teknologi itu merupakan kunci meningkatkan penetrasi energi baru terbarukan yang menghubungkan listrik di setiap pulau di Indonesia.
Super grid adalah jaringan transmisi area luas yang umumnya lintas benua atau multinasional. Jaringan ini memungkinkan perdagangan listrik dalam jumlah besar melintasi jarak yang jauh.
Baca Juga:
Komitmen PLN Salurkan Energi Bersih demi Mendorong Kolaborasi Pelestarian Lingkungan
Sedangkan smart grid merupakan inovasi yang memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi, komputer, dan siber untuk dapat melakukan pengendalian dan pengoperasian sistem tenaga listrik dalam menyalurkan tenaga listrik.
Berdasarkan perhitungan Kementerian ESDM terkait kebutuhan investasi untuk mencapai target netralitas karbon, Indonesia setidaknya membutuhkan uang sebesar 1.177 miliar dolar AS atau 29 miliar dolar AS per tahun agar sektor kelistrikan bisa nir emisi pada 2060.
Angka tersebut terdiri dari kebutuhan investasi di pembangkit energi terbarukan sebesar 1.042 miliar dolar AS dan transmisi yang mencapai 135 miliar dolar AS.
Baca Juga:
Salurkan Energi Bersih, Wujudkan Kolaborasi: PLN Bidik Porsi Pembangkit EBT 75% Tahun 2030
Sebelumnya, Kementerian ESDM mengungkapkan Kebutuhan listrik Indonesia di tahun 2060 diproyeksikan sebesar 1.885 Terawatt Hour (TWh), di mana demand PLN sekitar 1.728 TWh, dan demand non-PLN sekitar 157 TWh. Sementara proyeksi konsumsi listrik perkapita akan mencapai lebih dari 5.000 KWh/kapita di tahun 2060.
"Untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut, dan dalam mencapai NZE, maka dibuat peta langkah-langkah kebijakan yang perlu diterapkan, yaitu antara lain phasing out PLTU Batubara, pengembangan EBT secara masif, dan pengembangan interkoneksi supergrid Indonesia, serta pelaksanaan konservasi energi," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif. [as/Tio]