SibaragasNews.id | Perang Rusia dan Ukraina telah menyeret negara lain untuk terlibat, baik langsung maupun tidak langsung. Salah satu yang paling aktif bersuara adalah NATO.
Namun, siapa sangka dukungan NATO terhadap Ukraina tak sepenuhnya diamini oleh anggotanya. Hungaria yang dipimpin Perdana Menteri Viktor Orban, justru memosisikan diri untuk mendukung, meskipun tak secara terang-terangan, sikap Presiden Rusia Vladimir Putin.
Baca Juga:
Klaim NATO tentang Bantuan Militer Iran ke Rusia di Ukraina Tak Berdasar dan Bermotif Politik
Baru-baru ini Orban mengatakan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky adalah salah satu 'lawan' yang harus diatasi selama kampanye pemilu yang baru saja ia menangkan.
Tidak hanya itu, Orban juga menyebut musuh lainnya, antara lain birokrat di Brussel, media global, sampai George Soros.
"Kami tidak pernah memiliki begitu banyak lawan... Birokrat Brussel... media arus utama internasional, dan Presiden Ukraina juga," kata Orban dalam pidato kemenangannya, dikutip dari BBC International.
Baca Juga:
Terpilih Jadi Sekjen NATO, Ini Profil Perdana Menteri Belanda Mark Rutte
Orban dikenal dekat dengan Putin. Ia tegang dengan Zelenksy terkait larangan atas transfer senjata Hungarian ke Ukraina.
Hungaria pun memang menghindari mengutuk serangan Rusia. Negara itu juga menolak memberi sanksi karena bergantung ke energi dari Moskow.
Terbaru, Hungaria terkesan 'menyerah' dengan syarat yang ditetapkan Rusia untuk pembelian minyak dan gasnya.
Menteri Luar Negeri Hungaria Péter Szijjártó mengonfirmasi kepada CNN International bahwa negaranya akan menggunakan skema pembayaran yang diberlakukan oleh Moskow untuk membayar minyak dan gasnya.
"Sebanyak 85% pasokan gas kami berasal dari Rusia dan 65% pasokan minyak kami berasal dari Rusia. Mengapa? Karena ini ditentukan oleh infrastruktur," katanya.
Szijjártó mengatakan tidak ada sumber atau rute alternatif yang memungkinkan mereka untuk berhenti mengimpor energi Rusia dalam beberapa tahun ke depan.
Di bawah skema pembayaran Rusia, importir harus membuka dua rekening bank di Gazprombank, yakni rekening mata uang asing dan rekening rubel. Hasil penjualan dibayarkan dalam mata uang asing (dolar atau euro) yang kemudian dikonversi oleh Gazprombank ke dalam akun rubel.
Sebelumnya, Rusia resmi memutuskan untuk menyetop aliran gas ke dua negara Eropa, Polandia dan Bulgaria. Hal ini dilakukan karena kedua negara itu menolak untuk membayar gas dengan rubel.
Penggunaan mata uang rubel adalah balasan Rusia ke negara-negara yang dianggap tak bersahabat, karena memberi sanksi akibat serangan Kremlin ke Ukraina. Pengumuman sudah diberitahukan sejak akhir Maret. [as]