Dalam aturan tersebut, peserta BPJS Ketenagakerjaan baru bisa menerima dana JHT secara penuh ketika mereka berusia 56 tahun.
Said menilai, kebijakan tersebut merugikan buruh. Sebab, dana JHT sangat dibutuhkan oleh buruh jika mereka berhenti bekerja atau pun pensiun dini untuk bertahan hidup.
Baca Juga:
Instruksi Tegas Presiden Prabowo: Tak Ada PHK di Sritex Meski Dinyatakan Pailit!
Wartawan sudah meminta tanggapan terhadap Ida terkait julukan itu. Namun hingga berita diturunkan, yang bersangkutan belum memberikan responsnya.
Namun yang pasti, Senin (14/2) kemarin, Ida menjelaskan terbitnya Permenaker No 2 Tahun 2022 telah sejalan dengan tujuan JHT, yaitu melindungi peserta saat menginjak masa tua dan tidak lagi produktif.
Jika dapat dicairkan saat usia produktif, maka program tak sesuai dengan tujuan perlindungan hari tua.
Baca Juga:
Menaker Mendorong Penerapan Kondisi Ketenagakerjaan Standar Internasional
Ia juga mengklaim permenaker telah melalui proses panjang pembahasan dengan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), forum kerja sama tripartit nasional, dan rapat KL dalam rangka koordinasi dan harmonisasi.
Tidak hanya itu, lahirnya Permenaker tersebut juga didasari oleh perundang-undangan yang lebih tinggi, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua.
Kemudian, UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). "Kalau dilihat dari hierarki perundang-undangan, maka Permenaker ini harusnya sebagai dilihat satu kesatuan dengan semua perundang-undangan yang mengatur JHT, mulai dari UU juga Peraturan Pemerintah," kata dia. [as/bay]